Penulis di Makam beliau, kota Fes (Maroko) |
Tarekat Tijaniyah dalam Studi Islam[1]
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang memberikan keistimewaan kepada
para Wali, dan menjadikan para Wali sebagai pewaris para Nabi. Salawat serta
salam semoga tercurah kepada Baginda Nabi Muhammad SAW, yang telah membukakan
sesuatu yang tertutup, yang menjadi penutup para Nabi dan Rasul yang terdahulu,
yang membela agama Allah sesuai dengan petunjuk-Nya dan yang memberi petunjuk
kepada jalan agama-Nya. Semoga rahmat Allah SWT dilimpahkan kepadanya, keluarganya
serta para sahabatnya, juga kepada para pembaca.
Alquran merupakan firman Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW melalui perantara Malaikat Jibril, membacanya bernilai ibadah,
dimulai dari surah Al-Fatihah dan diakhiri surah An-Nas. Alquran pula yang
menjadi pedoman dalam tatanan kehidupan manusia, sejak diciptakanNya makhluk
hidup hingga hari Akhir nanti. Dalam upaya memahami ajaran Tarekat Tijaniyah, sudah
semestinya para pengamat maupun peneliti memperhatikan Alquran dan Hadits Rasulullah
SAW, sebab keduanya yang menjadi dasar utama dalam ajaran Tarekat ini. Syekh
Ahmad bin Muhammad At-Tijani berkata: “Jika kalian mendengar sesuatu dariku,
maka timbanglah dengan neraca syariat, apabila sesuai lakukanlah, namun jika
tidak sesuai tinggalkanlah”.
Hal
inilah yang menjadi pijakan utama bagi Ulama Tarekat Tijaniyah dalam menyebarkan
ajarannya untuk mendekatkan kepada Allah SWT. Maka dari itu, jika ingin
mengetahui lebih dalam kajian tentang Tarekat Tijaniyah, sepatutnya pahami terlebih
dahulu metodologi yang digunakan oleh para ulama Tarekat tersebut.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang diatas, maka yang menjadi pokok
pembahasan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Pengertian
Pendekatan Tarekat Tijaniyah
2.
Sejarah
Pendekatan Tarekat Tijaniyah
3.
Sanjungan
Ulama pada Tarekat Tijaniyah
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pendekatan Tarekat Tijaniyah
Pendekatan menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) merupakan proses
atau cara dalam rangka aktivitas penelitian untuk mencapai sebuah pengertian
tentang suatu masalah. Sedangkan kata Tarekat secara etimologi adalah jalan
atau metode, adapun Tijaniyah yaitu suatu ajaran tasawuf yang didirikan oleh
Syekh Ahmad bin Muhammad At-Tijani.
Syekh Ahmad At-Tijani
dilahirkan pada tahun 1150 H. (1737 M.) di Ain Madhi, sebuah desa di Aljazair[2].
Beliau popular di dunia Islam melalui ajaran Tarekat yang dikembangkannya yakni
Tarekat Tijaniyah. Kemudian nama At-Tijani diambil dari suku Tijanah yaitu
suatu suku yang hidup di sekitar Tilimsan (Aljazair). Sedangkan tempat
wafatnya, di kota Fes (Maroko). Hal ini bisa dipahami karena akan penulis uraikan
pada pembahasan berikut nanti, di kota ini Syekh Ahmad At-Tijani mempunyai
kesempatan untuk mengembangkan ajarannya dengan dukungan Sang Raja. Beliau wafat
pada hari Kamis, tanggal 17 Syawal tahun 1230 H. dan dimakamkan di kota Fes
Maroko[3].
Dengan demikian beliau wafat pada usia 80 tahun.
B.
Sejarah Pendekatan Tarekat Tijaniyah
Dilihat dari rentang sejarahnya, Tarekat Tijaniyah memiliki korelasi
yang kuat dengan Kerajaan Maroko. Jika kita telisik lebih dalam antara Tarekat
Tijaniyah dan Negara Maroko, keduanya memiliki hubungan yang sangat erat.
Simbiosis mutualisme ini sudah terbentuk sejak rezim Sultan Moulay Sulaiman (W.
1238 H) dengan sang pendiri Tarekat Tijaniyah. Sosok pemimpin Negri 1000
benteng ini memang sejak dahulu cinta kepada para ulama. Disamping nasab
keduanya yang berujung pada Maulana Muhammad (Nafs az-Zakiyah) bin Sayyid
Abdullah al-Kamil bin Sayyid Hasan al-Mutsanna bin Sayyid Hasan as-Sibth bin
Sayyidina Ali dan Sayyidah Fatima az-Zahra binti Maulana Rasulullah Nabi
Muhammad SAW., Sultan Moulay Sulaiman juga mengakui kewalian Syekh Ahmad Tijani
lebih tinggi dari semua ulama yang ada pada zaman itu. Terbukti, rasa syukur yang
tiada duanya saat Moulay Sulaiman meminta kepada Syekh Ahmad Tijani agar dapat
bertemu dengan Rasulullah SAW dalam keadaan terjaga (bukan mimpi), dengan izin
Allah SWT permintaan tersebut terkabulkan.
Sejak peristiwa itulah, perhatian dan rasa simpati Moulay Sulaiman
kepada Syekh Ahmad Tijani begitu dekat. Dan diangkatlah Syekh Tijani menjadi
salah satu penasehat kerajaan dan diberi tempat tinggal (Dar al-Miraya)
di kota Fes untuk majelis pengajian. Hal ini pun masih berlaku dalam sistem
birokrasi Negara Matahari Terbenam tersebut, yang menempatkan posisi khalifah Tarekat
Tijaniyah; Syekh Muhammad al-Kabir sebagai salah satu penasehat Raja Muhammad
VI.
Adapun nasab Raja Muhammad VI adalah sebagai berikut: Muhammad VI
bin Hasan II bin Muhammad V bin Yusuf bin Hasan I bin Muhammad bin Abdur Rahman
bin Hisyam bin Muhammad III bin Yusuf bin Hasan bin Muhammad bin Abdur Rahman
bin Hisyam bin Muhammad bin Abdullah bin Ismail bin Ali bin Muhammad bin Ali
bin Yusuf bin Ali bin Hasan bin Muhammad bin Hasan bin Qasim bin Muhammad bin
Abu Qasim bin Muhammad bin Hasan bin Abdullah bin Abu Muhammad bin Arafah bin
Hasan bin Abu Bakar bin Ali bin Hasan bin Ahmad bin Ismail bin Qasim bin
Muhammad (Nafs az Zakiyah[4]).
Sedangkan
nasab Syekh Ahmad Tijani yaitu: Syekh Ahmad bin Muhammad bin Mukhtar bin Ahmad
bin Muhammad bin Salim bin Abi al-Ied bin Salim bin Ahmad (al-Ulwani) bin Ahmad
bin Ali bin Abdellah bin Abbas bin Abdul Jabbar bin Idris bin Idris bin Ishak
bin Ali Zaenal Abidin bin Ahmad bin Muhammad (Nafs az Zakiyah[5]).
Dengan demikian historisitas Tarekat
Tijaniyah dengan Negara Maroko sangatlah erat hubungannya, serta berperan
penting dalam penyebaran Tarekat Tijaniyah karena antara Ulama dan Umaro’nya
seirama dalam satu tujuan yang mulia yaitu menegakkan pilar-pilar agama islam
melalui jalan Tasawuf.
C.
Sanjungan Ulama pada Tarekat Tijaniyah
Para Ulama yang memuji Syekh Ahmad
At-Tijani antara lain yaitu:
1.
Syekh
Abi Ali Hasan bin Muhammad bin Qasim al-Kuhin al-Fasi al-Maghribi dalam
kitabnya Thobaqat as Syadziliyah al Kubro, diterbitkan oleh Dar al-Kutub
al-Ilmiah – Beirut, cetakan ke- 2, tebal 248 Halaman, tahun 2005:
Pada halaman
154 disebutkan: “Sidi Ahmad Tijani berkata: Semua Tarekat masuk dalam wilayah
tarekat Syadziliyah, kecuali Tarekatku karena berdiri sendiri”. Hal ini
disebabkan karena Allah SWT memberinya anugrah seperti derajat Imam Syadzili.
Perkataan ini merupakan bagian dari rasa syukur beliau (tahaduts bi ni’mat).
2.
Sidi
Prof. Muhammad bin Alawi al Maliki al Hassani dalam kitabnya Abwabu al
Faraj, diterbitkan oleh Dar al-Jakfari – Cairo, tebal: 394 halaman:
Pada
halaman 250 dituturkan: “Faedah Agung dari Imam Syekh Ahmad Tijani; Syekh Arobi
bin Sayih (W. 1309 H) penulis kitab Bughyatul Mustafid li Syarhi Munyatil
Murid berkata: Obatnya penyakit susah adalah dengan cara membaca 'Yaa
Lathif' 1.000x setelah wirid lazimah dan ditutup dengan Salawat Fatih”.
3.
Syekh
Abdullah bin Abdul Qadir at Talidi dalam kitabnya Al- Muthrib bi Masyahir
Awliya Al-Maghrib diterbitkan oleh Dar al-Aman – Rabat, cetakan ke- 3,
tebal 256 halaman, tahun 2003:
Pada halaman 244 dikisahkan: >>
Syekh Muhammad bin Shidiq al-Ghumari (W. 1354 H)<< “Pertanyaan
Waliyullah Sidi Ahmad Bouzaid kepada Gurunya tentang Sidi Ahmad Tijani: lalu
dijawabnya: Pernah sekali aku berada di Zawiyah Tijaniyah, setelah shalat Isya
aku melihat Rasulullah SAW dengan keadaan terjaga (bukan mimpi) keluar dari
Mihrab, kemudian aku berdiri dan menyalami beliau SAW, lalu dari belakang
muncul Sidi Ahmad Tijani, aku pun menyalaminya …”.
D.
Kesimpulan
Dinamika metode pendekatan Tarekat Tijaniyah terus mengalami perkembangan
yang sangat signifikan, dari zaman Sang Pendiri Tarekat ini hingga era sekarang
ini. Para ulama yang piawai dalam menelaah dan menyebarkan Tarekat ini mampu
membawa perubahan sesuai zamannya, itu berarti Tarekat Tijaniyah merupakan salah
satu jalan bagi umat islam untuk mendekatkan diri kepada Sang Khaliq. Demikianlah
pendekatan yang telah mereka lakukan, tentu bermanfaat sekali bagi generasi
berikutnya terlebih bagi yang ingin mendalami ilmu Tarekat Tijaniyah dimasa
sekarang.
E.
Kepustakaan
1)
Alquran
dan Terjemahnya (Kudus: Menara Kudus).
2)
Al-Fathu
ar-Rabbani fi ma Yahtaju Ilaihi al-Murid at-Tijani, Muhammad bin Abdellah at-Thosfawi, Maktabah al-Qahiroh, Cairo,
Cet. IX, 2011.
3)
Al-Muthrib bi Masyahir Awliya al-Maghrib, Syekh Abdullah bin Abdul Qadir at-Talidi, Dar al-Aman, Rabat, Cet.
III, 2003.
4)
Bughyatu
al-Mustafid li-Syarhi Munyati al- Murid,
Syekh Muhammad Arobi bin Muhammad as-Sayih as-Syarqi al-Umari, Syarikah al Quds
li Tijaroh, Cairo, 2007.
5)
Jawahiru
al-Ma’ani wa Bulughu al-Amani fi Faidhi Sidi Abi al Abbas at-Tijani, Sidi Ali Harazem bin Arabi Barradah al-Fasi, Tahqiq Prof.
Muhammad Radhi Genoun al-Idrisi al-Hassani, Dar Rosyad al-Haditsah, Casablanca,
Cet. I, 2011.
6)
Kasyfu al-Hijab Amman Talaqa maa as-Syeikhi at-Tijani min al-Ashab,
Syekh al-Qadhi Ahmad Sukairij, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, Cet.
I, 1999.
7)
Mizabu
ar-Rahmah ar-Rabbaniyah fi at-Tarbiyah bi at-Thoriqoh at-Tijaniyah, Syekh Ubaidah bin Sidi Muhammad Shagir as-Syenqiti, Dar Rosyad
al-Haditsah, Casablanca, Cet. I, 2009.
8)
Min
A’qab al-Bidl’ah al-Muhammadiyah at Thohiroh, Alawi bin Muhammad bin Ahmad Balfaqih, Dar al-Muhajir, Madinah
al-Munawwaroh, Cet. I, 1994.
9)
Risalatu al-Bayani wa at-Tibyani fi anna
as-Shufiyata Madzhabuha as Sunnah wa Alquran, Sidi Mukhtar bin Ahmad Fal
al-Alawi as-Syenqiti, Dar al-Kutub al-Ilmiah, Beirut, Cet. I, 2002.
10)
Roudhu Syamaili Ahli al-Haqiqah fi at-Ta’rifi
bi Akabiri Ahli at-Thoriqoh, al Allamah
Ahmad bin Muhammad al Alawi as-Syenqiti, Tahqiq Prof. Muhammad Radhi Genoun
al-Idrisi al-Hassani, Dar al-Aman, Rabat.
11)
Thobaqat as-Syadziliyah al-Kubro,
Syekh Abi Ali Hasan bin Muhammad bin Qasim al-Fasi, Dar al-Kutub al-Ilmiyah,
Beirut, Cet. II, 2005.
0 komentar:
Posting Komentar