Eksistensi Keramat Waliyullah


Sang Guru; Syekh Muhammad Arobi bin Mahdi

A.    Pembahasan tentang Waliyullah

Definisi Waliyullah secara umum adalah semua orang yang beriman kepada Allah SWT, atau seseorang yang jika kita melihatnya, maka kita dapat mengingat Allah SWT. Adapun secara khusus yaitu orang mukmin yang bertakwa, sesuai tingkatan istiqamah dan ketaatannya kepada Allah Yang Maha Esa[1]. Sedangkan menurut Syekh Yusuf an-Nabhani (W. 1350 H), Waliyullah adalah orang yang selalu taat kepada Allah SWT dan tidak pernah berbuat maksiat[2].

Adapun ciri-ciri mereka telah disebutkan dalam Alquran QS. Yunus: 62-63

قال تعالى: أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ [62] الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ [63].
Artinya: “Sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa”.
Ibnu Katsir (W. 774 H) menafsirkan ayat diatas bahwa setiap orang yang bertakwa, tidak khawatir dengan peristiwa hari Kiamat dan tidak sedih dalam urusan duniawi mereka adalah seorang Wali.
Lantas, apakah para Waliyullah memiliki keramat pada masa hidup dan atau setelah wafatnya?
Sebagai umat islam, kita wajib beri’tikad bahwa keramat para waliyullah itu ada baik pada masa hidup atau setelah wafatnya. 

Dengan dalil pertama dari Alquran QS. Ali Imran ayat 37, yang artinya “setiap Zakariya masuk untuk menemui Maryam di Mihrab, Ia didapati makanan disisinya. Zakariya berkata: hai Maryam dari mana kamu memperoleh makanan ini? Maryam menjawab: makanan itu dari sisi Allah”.
Ahli Tafsir mengatakan: Nabi Zakariya menemukan buah-buahan tersebut yang hanya bisa berbuah pada musim dingin namun bisa didapati dimusim panas, pada musim panas namun bisa didapati dimusim dingin. Demikianlah dalil dari Alquran, dan masih banyak lagi keramat yang disebutkan dalam Alquran, seperti: keramat Nabi Khidir AS, keramat Dzul Qarnain, keramat Asif bin Barkhiya yang mampu memindahkan singgasana Ratu Balqis dalam sekejap mata.
Kemudian dalil kedua dari Hadits, Imam Bukhori meriwayatkan “Sayyid Ashim ketika terbunuh, lalu orang-orang musyrik ingin mengambil potongan jasadnya, akan tetapi Allah SWT mengirimkan bala tentara lebah yang akhirnya kaum musyrikin tidak mampu melakukan hal tersebut. Ini merupakan keramat Sayyid Ashim RA, sepeninggal Beliau[3].
Jadi, Waliyullah adalah mereka yang melaksanakan segala perintah Allah SWT, dan menjauhi semua larangan-Nya. Namun, Allah SWT memberinya suatu keistimewaan dari yang lain.

B.     Keramat Waliyullah

Jika mukjizat diperuntukan bagi para Utusan Allah (Rasulullah), maka pantas apabila Waliyullah diberi anugrah berupa keramat. Keramat merupakan sesuatu keajaiban yang diberikan oleh Allah kepada hambaNya yang taat dan beriman. Jika kita telisik lebih dalam tentang Keramat Waliyullah, maka dapat kita jumpai hal tersebut sesuai kadar keimanan masing-masing. 

Sebagai misal, Syekh Abdus Salam bin Masyisy (W. 622 H) ketika lahir didatangi oleh Syekh Abdul Qadir al-Jaelani, padahal jarak antara kota Baghdad dengan kota Tetouan (Maroko) mencapai ribuan kilometer. Abdus Salam pula ketika masih bayi berhenti menyusu ibunya pada bulan Ramadhan[4]

Syekh Sulaiman Al-Jazuli (W. 870 H.) penulis kitab salawat “Dalail Khoirot” dari kota Marakech (Maroko) yang diberi keistimewaan dapat bertemu Rasulullah dalam keadaan terjaga (bukan mimpi). Ia berkata: “Suatu ketika saya bertemu dengan Rasulullah SAW, beliau berkata; Aku adalah hiasannya para Rasul dan engkau hiasannya para Wali[5]”.

Syekh Ali At-Tamasiny At-Tijani (W. 1260 H) yang mampu berjalan sekitar satu jam menempuh perjalanan dari Tamasin (Aljazair) menuju kota Fes (Maroko).
Hal senada dialami oleh Syekh Ahsan Ba'qili At-Tijani (W. 1368 H) yang dimakamkan di daerah Oulad Ziyan, namun ketika dipindah ke pemakaman Ghufron Casablanca (Maroko) mayatnya utuh walaupun sudah bertahun-tahun. Dan masih banyak contoh lainnya.

Menurut Imam Sya’roni, ada 4 pilar yang melekat dalam diri Waliyullah, yaitu: Lapar, menyendiri (uzlah), tidak tidur malam serta bicara seperlunya[6]. Sebagaimana Syekh Sahal bin Abdullah at-Tustari (W. 283 H) yang tidak makan sebelum 15 hari, Syekh Abdul Qadir al-Jaelani (W. 561 H) dalam Manaqibnya disebutkan tidak tidur malam dan sholat subuh menggunakan wudlunya sholat isya dan lain sebagainya.
Oleh karena itu, sepatutnya jika ada seorang mukmin yang terdapat dalam dirinya empat pilar diatas dapat meraih predikat sebagai Waliyullah. Bukankah mereka diangkat derajatnya oleh Allah SWT karena ketakwaannya?
Wallahu A’lam. 

C.    Kepustakaan
1.      Imam Abdul Wahab as-Sya’roni, al-Anwaru al-Qudsiyah fi Bayani Qawaid as-Sufiyah, (Damaskus, Dar al-Basyair, Cet.I, 1999).
2.      Imam Suyuti, al-Khobar ad-Dal ala Wujudi al-Quthbi wa al-Autadi wa an-Nujabai wa al-Abdali, (Damaskus: Dar al-Bairuti, Cet.I, 2005).
3.      Al-Faqih Zainal Abidin, al-Ajwiba al-Ghaliya fi Akidah al-Firqah an-Najiyah, (t-t).
4.      Syekh Yusuf bin Ismail an-Nabhani, Jami’ Karomati al-Auliya, (India: Markaz Ahlu Sunnah Barkat Ridha, Cet.I, 2001).
5.      Syekh Abdullah bin Abdul Qadir at-Talidi, al-Muthrib bi Masyahiri Awliya al-Maghrib, (Rabat: Dar al-Aman, Cet.III, 2003).
6.      Syekh Ahmad bin Muham bin Abbas as-Syenqity, Roudlu Syamaili Ahli al-Haqiqati (Rabat: Dar al-Aman, tt).


Demak, 27 Januari 2015
Ahmad Shohibul Muttaqin



[1] Syekh Abdullah Talidi, al-Muthrib bi Masyahiri Awliya al-Maghrib, hlm. 21
[2] Syekh Yusuf bin Ismail an-Nabhani, Jami’ Karomati al-Auliya, hlm. 15
[3] Al-Faqih Zainal Abidin Al-Hassani, Al-Ajwiba al-Ghaliya fi Akidah al-Firqah an-Najiyah, hlm. 87-88
[4] Abi Ali Hasan bin Muhammad al-Fasi al-Maghribi, Tabaqat as-Syadziliyah al-Kubro, hlm. 60
[5] Syekh Abdullah Talidi, Al-Muthrib bi Masyahiri Awliya Al-Maghrib, hlm. 145
[6] Imam Abdul Wahab as-Sya’roni, al-Anwaru al-Qudsiyah fi Bayani Qawaid as-Sufiyah, hlm. 83

0 komentar:

Posting Komentar